Senin, 07 April 2014

Kau bilang, awal kita dekat adalah karena jambu hijau



Kau bilang, awal kita dekat adalah karena jambu hijau. 

Saat itu aku masih baru mengenal kota ini. Malang. Sebagai mahasiswi baru, teman kelas yang aku kenal hanya beberapa orang saja termasuk Dimas. Dia adalah salah seorang dari lima teman lainnya yang sempat satu kelompok selama masa ospek berlangsung dan ternyata kita berada di kelas yang sama.


Saat aku tanya, kenapa jambu hijau? Kau pun menjelaskan bahwa  kau mulai memperhatikanku adalah saat suatu hari aku menghampiri Dimas yang juga duduk bersebelahan denganmu di depan kelas. Kau ceritakan bahwa aku bertanya kepada Dimas tentang dimana aku bisa membeli jambu hijau yang kebetulan memang saat itu sedang musim, namun aku tak tahu harus membelinya dimana. Kau katakan, di situlah kau mulai tahu sosokku. Kalau tidak salah itu saat kita masih sama-sama sebagai mahasiswa semester awal, empat tahun lalu.

Jika menurutmu itu adalah awal kau mengenalku, maka mungkin aku yang ternyata terlebih dahulu memperhatikan sosokmu. Waktu itu adalah saat dimana diadakannya pembagian kelompok yang diacak dengan kelompok lainnya untuk melakukan sebuah diskusi kecil di sebuah saung kecil yang berada tepat di depan Gedung Kuliah Bersama. Walaupun saat itu memang aku belum mengenalmu, tapi menurutku karena sepatu cokelatmu saat itu lah yang telah menarik perhatianku jauh hari sebelum kejadian jambu hijau. Kenapa sepatu..?? Entahlah, mungkin karena ketidaksengajaanku saat pertama kali melihatmu. Saat itu giliranmu untuk berbicara mengenai diskusi yang sedang kita bahas saat itu. Entah kenapa dari awal kau bicara, hanya sepatu cokelatmu itu yang terus aku perhatikan. Hingga kau selesai berbicara, aku baru sadar bahwa giliranku untuk menyampaikan pendapatku. Saat itulah aku mulai mengenal sosokmu. Seseorang yang sekilas kulihat tegas, rapih, dengan postur badan yang lumayan dan..menurutku itu semua menarik! 

Sudah habis satu semester berada di kelas yang sama dan membuat kita saling mengenal lebih dekat, adalah hal yang biasa-biasa saja untuk kita berdua. Tak lama setelah itu, entah bagaimana akhirnya kita memutuskan untuk pergi berdua saat tidaak ada hari kuliah. Setelah semalaman kita berkirim pesan singkat, kau menawarkan untuk keesokan harinya kita berdua pergi untuk bersantai.
 
Pagi itu kau menjemput di depan kostku. Kita pergi dengan tempat tujuan yang sebelumnya sama sekali aku belum ketahui letaknya. Kita tidak banyak mengobrol saat itu, hanya beberapa obrolan mengenai tempat-tempat wisata di kota Malang. Dan kau sangat senang mengejekku saat kau tahu bahwa selama kuliah di Malang hampir satu tahun itu aku sama-sekali belum pergi ke tempat-tempat yang ia tanyakan. Mungkin karena aku gugup karena itu adalah pertama kalinya aku pergi berdua yang menurutku ada perasaan yang aneh, aku pun tidak banyak bicara selain hanya untuk menanggapi beberapa obrolan saja.

Perasaan gugup saat itu juga lah yang kemudian kembali terjadi saat kau menanyakanku tentang sebuah komitmen. Antara percaya dengan tidak, antara ingin tertawa lepas karena senang, antara bingung. Tapi aku katakan ‘Iya Aku mau’ saat kau utarakan perasaanmu dan kau bertanya apakah aku mau untuk jadian denganmu. 

 
Aku akui itu memang bukan pengalaman pengungkapan perasaan oleh seseorang untuk pertama kalinya bagitu. Namun bagiku itu pertama kalinya aku menemukan sosok yang memang benar-benar nyaman untukku. Tidak mengekang, seseorang yang tidak keras kepala, santai, apa adanya, terlebih kau bukan orang yang posesif. Itu semua membuatku nyaman dan aku berhasil menjadi diriku sendiri di depanmu.

 

 
Aku sangat menikmati saat-saat berdua. Walaupun di kelas kita sedikit menyembunyikan hubungan kita, tapi ternyata ketahuan juga. Dan aku senang, ternyata banyak dari teman teman kelas yang mendukung hubungan kita. Semakin hari aku mengenalmu lebih jauh dari yang sebelumnya, maka semakin tumbuh perasaan sayang yang aku miliki untukmu.



Aku sangat menyayangimu, bagaimana pun keadaanmu selama ini. Sifat baikmu menutupi sifat burukku yang lebih sering moody selama ini. Sifat burukmu menjadi alasanku sampai saat ini untuk terus berusaha merubahnya menjadi lebih baik. Aku tahu kau mungkin sering kesal denganku yang sedikit-sedikit ngambek. Tapi sejujurnya aku terus berusaha untuk menghilangkan sifat tersebut. Aku hanya terlalu takut  kehilanganmu hanya karena sifat moodyku saat itu. Dan jika kau merasa aku sempat menjadi sangat posesif, maka itu hanya karena tidak ingin kau pergi. Aku begitu menyayangimu apapun dan bagaimana pun sikap, sifat dan kebiasaanmu.



Aku hanya ingin adanya kejujuran diantara kita berdua. Saling adanya keterbukaan dan komunikasi yang baik sebenarnya akan sangat membantu dalam hubungan kita yang sempat rusak. Aku sadar, aku sempat menjadi orang yang sulit menceritakan suatu hal apa pun itu kepadamu. Tapi itu semua bukan berarti aku yang ingin menutup-nutupi darimu. Aku hanya sempat menjadi orang yang sulit mengatakannya kepadamu. Perlahan dan sedikit demi sedikit pun aku berusaha untuk terbuka dan dapat mengkomunikasikan segalanya denganmu. Aku tidak ingin sampai ada kesalahpahaman diantara kita berdua. Yang aku ingin hanyalah kau memahami apa maksudku walaupun sering aku sulit mengungkapkannya langsung di depanmu.
 

Kesalahpahaman dan penjelasan yang tertunda dirasa menjadikan kita sering berjauhan, tapi lalu kembali berdua. Sampai pada permasalahan yang besar, dimana ada seseorang yang tidak menyukai hubunganku denganmu. Itu adalah awal permasalahan yang aku rasa menjadi adanya keadaan kita belakangan ini.
 
Saat itu aku yang sempat sulit menghadapi permasalahan, menjadi salah dalam bertindak. Aku yang sebenarnya berniat untuk menghindarkanmu dari masalah pribadiku dengan orang itu, justru menjadi akhir yang kau kira aku meninggalkanmu karena mungkin kau kira aku lebih memihaknya. Padahal tidak! Bukan itu yang aku maksud. Saat itu aku hanya berusaha ingin segera menyelesaikan masalah pribadiku dengannya dengan tidak membawa-bawamu, karena dia terus saja menyalahkanmu. Padahal justru semua adalah kesalahanku bukannya kesalahanmu.


Singkat cerita, akhirnya kita hanya putus nyambung yang tak jelas. Tak jelas menurutku karena tak ada kepastian yang pasti tentang bagaimana status hubungan kita. Terakhir aku tahu bahwa kau memang sudah putus dengan pacarmu itu, kita dekat. Tak lama aku merasa ada yang kau sembunyikan dariku. Aku tak banyak bertanya, hanya mengawasi dan mempelajari gerak gerikmu. Dan ternyata kau sedang dekat dengan adik tingkat kita yang bisa aku katakan dia cantik. Lebih cantik lah..dibanding aku. Jauuuhh..dehh kemana-mana. Yasudah, aku tak akan bertanya langsung, aku hanya akan terus mengikuti bagaimana keinginanmu. Tapi lama kelamaan, aku pun merasa aneh.

Entah aku atau kau yang berubah, semua menjadi terasa aneh walaupun memang kita dalam keadaan baik-baik saja. Aku pikir mungkin karena perasaanku yang sering tak menentu. Tak lama akhirnya aku kembali menanyakan hal itu. Apakah kau tak ingin memperjelas hubungan kita..?? untuk kedua kalinya pun kau masih terdiam. Dan sekali lagi kau hanya menjelaskan hal yang sama kepadaku dengan alasan yang sama seperti sebelumnya. Ya sudahlah, mungkin aku rasa aku saja yang terlalu memaksakan.

Tapi aku rasa ini bukan hal yang salah, sekali lagi dan untuk ketiga kalinya aku pun kembali bertanya dengan pertanyaan yang sama. Jawaban yang kau berikan pun tetap sama. Entah lah, aku hanya ingin semua menjadi tenang. Ini semua aku rasa juga demi kebaikan kita berdua. Memberikan kejelasan tentang hubungan kita, sudah pasti itu untuk kebaikan kita berdua.

Jika memang kau tak ingin adanya hubungan lebih seperti dulu lagi, sebenarnya silahkan saja kau katakan. Itu semua akan memperjelas semuanya dan mempermudah. Jangan hanya menyembunyikannya. Kau mengajariku untuk bisa dengan jujur selalu terbuka denganmu, tapi kenapa kau sendiri tidak melakukan hal yang sama..?? Setidaknya jika memang tidak ada hubungan lebih diantara kita, aku tidak akan menyalahkan kau dekat dengan perempuan lain atau pun sebaliknya. Tidak ada kesalahpahaman seperti yang sudah-sudah, karena memang semua sudah kita putuskan berdua. Dan memang jika kau bersedia untuk melanjutkan hubungan, maka aku akan belajar untuk lebih menjadi yang terbaik lagi untukmu. Setidaknya aku sudah percaya sepenuhnya kepadamu meski ada seseorang yang dekat denganmu, aku tidak akan cemburu berlebihan. Kau pun boleh menegurku jika memang kau rasa aku terlalu dekat dengan seorang teman laki-laki ku. Itu semua adalah keputusan bersama untuk sebuah komitmen bersama, tidak hanya sepihak.

 Tapi inilah yang aku rasakan akhirnya. Aku rasa hanya aku yang dengan tulus memberikan semua untukmu. Perasaan sayangku, pengorbananku, perhatianku semua yang aku berikan selama ini sepertinya hanya kau anggap sebelah mata. Tak ada artinya. Aku perempuan, sebenarnya sulit untuk aku terus bertahan dengan keadaan seperti itu namun aku berusaha. Aku berusaha memperjuangkan bagaimana seharusnya hubungan kita ini akan kembali manis seperti sebelumnya. 


Dan sampai akhirnya menjadi seperti ini. Kau sudah terlebih dahulu memilih dia kembali dan menutupinya dariku. Itu sakit, terlebih aku mengetahuinya terlebih dahulu bukan dengan langsung dari pembicaraanmu. Kamu tahu..sekian lamanya akhirnya datang juga hal menyakitkan ini. Hal yang aku takuti akan datang, jauh hari sebelumnya. Tiga tahun. Tiga tahun menunggumu. Aku pun tak bisa berkata, apakah itu waktu yang cukup lama atau hanya waktu yang singkat. Yang aku tahu lamanya aku memperjuangkanmu, dengan mudahnya berakhir dengan kebenaran yang kau sembunyikan selama ini.
Maafkan aku. Aku mungkin sudah merasa sangat lelah saat ini. Aku sudah sangat letih dengan semua luka yang berulang kau cabik dan obati. Mungkin sudah seharusnya aku tahu diri. Seharusnya aku mulai mau menyadari bahwa inilah mau mu. Mungkin aku harus menghargai keputusanmu saat ini.

Maaf..
Aku tidak akan lagi memaksamu untuk bisa menyayangiku lagi seperti selama ini
Maaf..
Aku pun ingin bahagia, sama seperti kau meraasa bahagia telah mampu memilihnya kembali
Maaf..
Aku yang selama ini mungkin terlalu mengekangmu. Aku hanya ingin menjadi yang terbaik dan selamanya untukmu
Maaf..
Aku bukan perempuan yang cukup baik di matamu.

Maaf..