Kau
bilang, awal kita dekat adalah karena jambu hijau.
Saat
itu aku masih baru mengenal kota ini. Malang. Sebagai mahasiswi baru, teman
kelas yang aku kenal hanya beberapa orang saja termasuk Dimas. Dia adalah salah
seorang dari lima teman lainnya yang sempat satu kelompok selama masa ospek
berlangsung dan ternyata kita berada di kelas yang sama.
Saat
aku tanya, kenapa jambu hijau? Kau pun menjelaskan bahwa kau mulai memperhatikanku adalah saat suatu
hari aku menghampiri Dimas yang juga duduk bersebelahan denganmu di depan
kelas. Kau ceritakan bahwa aku bertanya kepada Dimas tentang dimana aku bisa
membeli jambu hijau yang kebetulan memang saat itu sedang musim, namun aku tak
tahu harus membelinya dimana. Kau katakan, di situlah kau mulai tahu sosokku. Kalau
tidak salah itu saat kita masih sama-sama sebagai mahasiswa semester awal,
empat tahun lalu.
Jika
menurutmu itu adalah awal kau mengenalku, maka mungkin aku yang ternyata
terlebih dahulu memperhatikan sosokmu. Waktu itu adalah saat dimana diadakannya
pembagian kelompok yang diacak dengan kelompok lainnya untuk melakukan sebuah
diskusi kecil di sebuah saung kecil yang berada tepat di depan Gedung Kuliah Bersama.
Walaupun saat itu memang aku belum mengenalmu, tapi menurutku karena sepatu
cokelatmu saat itu lah yang telah menarik perhatianku jauh hari sebelum
kejadian jambu hijau. Kenapa sepatu..??
Entahlah, mungkin karena ketidaksengajaanku saat pertama kali melihatmu. Saat
itu giliranmu untuk berbicara mengenai diskusi yang sedang kita bahas saat itu.
Entah kenapa dari awal kau bicara, hanya sepatu cokelatmu itu yang terus aku
perhatikan. Hingga kau selesai berbicara, aku baru sadar bahwa giliranku untuk
menyampaikan pendapatku. Saat itulah aku mulai mengenal sosokmu. Seseorang yang
sekilas kulihat tegas, rapih, dengan postur badan yang lumayan dan..menurutku
itu semua menarik!
Sudah habis satu semester berada di kelas yang sama dan
membuat kita saling mengenal lebih dekat, adalah hal yang biasa-biasa saja
untuk kita berdua. Tak lama setelah itu, entah bagaimana akhirnya kita
memutuskan untuk pergi berdua saat tidaak ada hari kuliah. Setelah semalaman
kita berkirim pesan singkat, kau menawarkan untuk keesokan harinya kita berdua
pergi untuk bersantai.
Pagi itu kau menjemput di depan kostku. Kita pergi dengan
tempat tujuan yang sebelumnya sama sekali aku belum ketahui letaknya. Kita
tidak banyak mengobrol saat itu, hanya beberapa obrolan mengenai tempat-tempat wisata
di kota Malang. Dan kau sangat senang mengejekku saat kau tahu bahwa selama
kuliah di Malang hampir satu tahun itu aku sama-sekali belum pergi ke
tempat-tempat yang ia tanyakan. Mungkin karena aku gugup karena itu adalah
pertama kalinya aku pergi berdua yang menurutku ada perasaan yang aneh, aku pun
tidak banyak bicara selain hanya untuk menanggapi beberapa obrolan saja.
Perasaan gugup saat itu juga lah yang kemudian kembali
terjadi saat kau menanyakanku tentang sebuah komitmen. Antara percaya dengan
tidak, antara ingin tertawa lepas karena senang, antara bingung. Tapi aku
katakan ‘Iya Aku mau’ saat kau utarakan perasaanmu dan kau bertanya apakah aku
mau untuk jadian denganmu.
Aku akui itu memang bukan pengalaman pengungkapan perasaan
oleh seseorang untuk pertama kalinya bagitu. Namun bagiku itu pertama kalinya
aku menemukan sosok yang memang benar-benar nyaman untukku. Tidak mengekang,
seseorang yang tidak keras kepala, santai, apa adanya, terlebih kau bukan orang
yang posesif. Itu semua membuatku nyaman dan aku berhasil menjadi diriku
sendiri di depanmu.
Aku sangat menyayangimu, bagaimana pun keadaanmu selama ini. Sifat baikmu menutupi sifat burukku yang lebih sering moody selama ini. Sifat burukmu menjadi alasanku sampai saat ini untuk terus berusaha merubahnya menjadi lebih baik. Aku tahu kau mungkin sering kesal denganku yang sedikit-sedikit ngambek. Tapi sejujurnya aku terus berusaha untuk menghilangkan sifat tersebut. Aku hanya terlalu takut kehilanganmu hanya karena sifat moodyku saat itu. Dan jika kau merasa aku sempat menjadi sangat posesif, maka itu hanya karena tidak ingin kau pergi. Aku begitu menyayangimu apapun dan bagaimana pun sikap, sifat dan kebiasaanmu.
Aku hanya ingin adanya kejujuran diantara kita berdua. Saling adanya keterbukaan dan komunikasi yang baik sebenarnya akan sangat membantu dalam hubungan kita yang sempat rusak. Aku sadar, aku sempat menjadi orang yang sulit menceritakan suatu hal apa pun itu kepadamu. Tapi itu semua bukan berarti aku yang ingin menutup-nutupi darimu. Aku hanya sempat menjadi orang yang sulit mengatakannya kepadamu. Perlahan dan sedikit demi sedikit pun aku berusaha untuk terbuka dan dapat mengkomunikasikan segalanya denganmu. Aku tidak ingin sampai ada kesalahpahaman diantara kita berdua. Yang aku ingin hanyalah kau memahami apa maksudku walaupun sering aku sulit mengungkapkannya langsung di depanmu.
Kesalahpahaman dan penjelasan yang tertunda dirasa menjadikan
kita sering berjauhan, tapi lalu kembali berdua. Sampai pada permasalahan yang
besar, dimana ada seseorang yang tidak menyukai hubunganku denganmu. Itu adalah
awal permasalahan yang aku rasa menjadi adanya keadaan kita belakangan ini.
Saat itu aku yang sempat sulit menghadapi permasalahan,
menjadi salah dalam bertindak. Aku yang sebenarnya berniat untuk
menghindarkanmu dari masalah pribadiku dengan orang itu, justru menjadi akhir
yang kau kira aku meninggalkanmu karena mungkin kau kira aku lebih memihaknya.
Padahal tidak! Bukan itu yang aku maksud. Saat itu aku hanya berusaha ingin
segera menyelesaikan masalah pribadiku dengannya dengan tidak membawa-bawamu,
karena dia terus saja menyalahkanmu. Padahal justru semua adalah kesalahanku bukannya kesalahanmu.
Singkat cerita, akhirnya kita hanya putus nyambung yang tak
jelas. Tak jelas menurutku karena tak ada kepastian yang pasti tentang
bagaimana status hubungan kita. Terakhir aku tahu bahwa kau memang sudah putus
dengan pacarmu itu, kita dekat. Tak lama aku merasa ada yang kau sembunyikan
dariku. Aku tak banyak bertanya, hanya mengawasi dan mempelajari gerak gerikmu.
Dan ternyata kau sedang dekat dengan adik tingkat kita yang bisa aku katakan
dia cantik. Lebih cantik lah..dibanding aku. Jauuuhh..dehh kemana-mana.
Yasudah, aku tak akan bertanya langsung, aku hanya akan terus mengikuti
bagaimana keinginanmu. Tapi lama kelamaan, aku pun merasa aneh.
Entah aku atau kau yang berubah, semua menjadi terasa aneh
walaupun memang kita dalam keadaan baik-baik saja. Aku pikir mungkin karena
perasaanku yang sering tak menentu. Tak lama akhirnya aku kembali menanyakan
hal itu. Apakah kau tak ingin memperjelas hubungan kita..?? untuk kedua kalinya
pun kau masih terdiam. Dan sekali lagi kau hanya menjelaskan hal yang sama
kepadaku dengan alasan yang sama seperti sebelumnya. Ya sudahlah, mungkin aku
rasa aku saja yang terlalu memaksakan.
Tapi aku rasa ini bukan hal yang salah, sekali lagi dan untuk
ketiga kalinya aku pun kembali bertanya dengan pertanyaan yang sama. Jawaban
yang kau berikan pun tetap sama. Entah lah, aku hanya ingin semua menjadi
tenang. Ini semua aku rasa juga demi kebaikan kita berdua. Memberikan kejelasan
tentang hubungan kita, sudah pasti itu untuk kebaikan kita berdua.
Jika memang kau tak ingin adanya hubungan lebih seperti dulu
lagi, sebenarnya silahkan saja kau katakan. Itu semua akan memperjelas semuanya
dan mempermudah. Jangan hanya menyembunyikannya. Kau mengajariku untuk bisa
dengan jujur selalu terbuka denganmu, tapi kenapa kau sendiri tidak melakukan
hal yang sama..?? Setidaknya jika memang tidak ada hubungan lebih diantara
kita, aku tidak akan menyalahkan kau dekat dengan perempuan lain atau pun
sebaliknya. Tidak ada kesalahpahaman seperti yang sudah-sudah, karena memang
semua sudah kita putuskan berdua. Dan memang jika kau bersedia untuk
melanjutkan hubungan, maka aku akan belajar untuk lebih menjadi yang terbaik
lagi untukmu. Setidaknya aku sudah percaya sepenuhnya kepadamu meski ada
seseorang yang dekat denganmu, aku tidak akan cemburu berlebihan. Kau pun boleh
menegurku jika memang kau rasa aku terlalu dekat dengan seorang teman laki-laki
ku. Itu semua adalah keputusan bersama untuk sebuah komitmen bersama, tidak
hanya sepihak.
Tapi inilah yang aku rasakan akhirnya. Aku rasa hanya aku
yang dengan tulus memberikan semua untukmu. Perasaan sayangku, pengorbananku,
perhatianku semua yang aku berikan selama ini sepertinya hanya kau anggap
sebelah mata. Tak ada artinya. Aku perempuan, sebenarnya sulit untuk aku terus
bertahan dengan keadaan seperti itu namun aku berusaha. Aku berusaha
memperjuangkan bagaimana seharusnya hubungan kita ini akan kembali manis seperti
sebelumnya.
Dan sampai akhirnya menjadi seperti ini. Kau sudah terlebih
dahulu memilih dia kembali dan menutupinya dariku. Itu sakit, terlebih aku
mengetahuinya terlebih dahulu bukan dengan langsung dari pembicaraanmu. Kamu
tahu..sekian lamanya akhirnya datang juga hal menyakitkan ini. Hal yang aku
takuti akan datang, jauh hari sebelumnya. Tiga tahun. Tiga tahun menunggumu. Aku
pun tak bisa berkata, apakah itu waktu yang cukup lama atau hanya waktu yang
singkat. Yang aku tahu lamanya aku memperjuangkanmu, dengan mudahnya berakhir
dengan kebenaran yang kau sembunyikan selama ini.
Maafkan aku. Aku mungkin sudah merasa sangat lelah saat ini.
Aku sudah sangat letih dengan semua luka yang berulang kau cabik dan obati. Mungkin
sudah seharusnya aku tahu diri. Seharusnya aku mulai mau menyadari bahwa inilah
mau mu. Mungkin aku harus menghargai keputusanmu saat ini.
Aku tidak akan lagi memaksamu untuk bisa menyayangiku lagi
seperti selama ini
Maaf..
Aku pun ingin bahagia, sama seperti kau meraasa bahagia telah
mampu memilihnya kembali
Maaf..
Aku yang selama ini mungkin terlalu mengekangmu. Aku hanya
ingin menjadi yang terbaik dan selamanya untukmu
Maaf..
Aku bukan perempuan yang cukup baik di matamu.
Maaf..