"Kenapa sih harus lagu ini terus yang dinyanyiin tiap kamu maju ke depan kelas?"
Pasti jawabannya selalu sama.."Nggak ngerti sama judulnya, ya? Gue nggak bakal berhenti nyanyiin ni lagu kalau dia nggak juga mau ngasih jawaban ke gue"
oOo
Sekali..dua kali.. bahkan sampai empat kali, aku memang membiarkannya larut dalam pertanyaan. Sampai sebanyak itu dia mengungkapkan perasaannya untukku dan berharap aku mau menerimanya lebih dari teman. Di rumahku saat liburan untuk pertama kalinya dia berkunjung kerumahku dan untuk pertama kalinya pula lah ia saat itu mencoba memintaku untuk menerimanya, namun aku hanya membalasnya dengan gurauan.
Kedua kalinya, ia mencoba meminta kepastianku kembali dengan cara mengirimiku sms. Dia mencoba untuk berbincang serius denganku. Ia juga sempat katakan bahwa, mungkin ia boleh saja gagal menyatakan perasaannya saat berada di rumahku karena gugup. Tapi sekali lagi, entah kenapaaku memang tak pernah bisa menganggap pembicaraannya itu serius.
Di ruang komputer, sekali lagi dia mencoba untuk mencuri-curi kesempatan. Dengan sebatang Chunky yang ia letakan di mejaku, dia kembali berusaha dan mencoba untuk meyakinkanku. Aku pikir tadinya ada seseorang yang salah menaruhnya di mejaku, ternyat tidak setelah beberapa saat ia datang menghampiriku.
"Apaan lagi, nih?" tanyaku.
"Iniii..adaaa..coklat" jawabnya dengan nyengir ala kuda.
"Iya, gue juga tau! Maksudnya apaan? valentine udah bulan kemaren, kali!"
"Bukaaaann.."
"Terus?"
"Gue mau minta jawaban loe"
"Itu lagi?"
"Kalau loe ambil coklat ini, berarti loe terima gue and mau jadi cewe gue. Tapi kalo loe nggak ambil coklat ini, berarti loe tolak gue and nggak mau jadi cewe gue" jelasnya mencoba untuk memberikan pilihan.
"Kok aneh sih? Loe niat kasih gue coklat, nggak?"
"Ya iya lahhh..Tapi loe pilih salah satu pilihan tadi dulu, yaa.." sekali lagi dengan senyuman mautnya.
"Ya ampuuunn.. masalahnya gue mau coklatnya, tapi kalo gue ambil coklat berarti gue jadian ma loe? Ogahhh..gimana, donk? Gue mau coklatnya aja, nggak mau jadian ma loe tapi.." sekarang aku yang berbalik memberinya senyum menawanku.
oOo
Yaa..kasian juga, sih liat dia berkali-kali harus terus berusaha begitu. Tapi harus gimana lagi? Sebelumnya aku sudah coba memberi tahu alasanku untuk tidak bisa menerima perasaannya."Gue udah punya cowo" bisikku ke arahnya saat guru fisikaku menuliskan deretan rumus di papan tulis. Tapi sekali lagi, bukan Emon namanya kalau kehabisan akal. Dia tak pernah menyerah untuk berusaha mendapatkanku.
Dan untuk keempat kalinya, dia benar-benar menyempatkan waktu dengan sangat tepat. Kembali mengungkapkan perasaan saat kelas kami mengadakan pekan santai di Dufan. Mungkin bagi sebagian teman perempuanku, mereka menganggap ini adalah hal yang paling romantis yang pernah dilakukan oleh anak-anak pondok seperti kami. Dapat berkumpul dengan santri putri dalam satu tempat kalau tidak di dalam kelas dan event-event tertentu itu sudah tidak mungkin. Dan pekan santai ini, salah satunya yang memang harus bisa dimanfaatkan sebaik mungkin.
Tiba-tiba aku di pisahkan oleh Windi dari teman-temanku. Ia Berjalan sedikit cepat dengan terus menggandengku menuju ke sebuah wahana yang tidak terlalu ramai oleh pengunjung. Tepat di sebelah wahana Poci-poci, aku melihat tiga orang teman laki-laki kelasku sudah berada di sana termasuksalah satu diantaranya adalah si kepala batu yang akhir-akhir ini selalu saja muncul di hadapanku. Sudah bisa ditebak, apa maksud dari rencana mereka ini.
"Kalian di sini aja, jangan kemana-mana! Nanti kalau keadaan darurat, gue Reza ma Windi bakal tepok-tepok tangan sekenceng mungkin" pesan Kindi salah satu teman kelasku yang berusaha mensukseskan misi kali ini.
Benar saja tebakanku. Aku diseret kemari emang untuk ini semua. Sekali lagi dia berusaha untuk memintaku jad pacarnya. Benar-benar nggak ada nyerahnya ini anak!
"Enggak.."aku tersenyum garing
"Apanya yang enggak?" tanyanya kaget
"Gue..nggak bisaaa..jadiiii..cewek loooee.." dengan sedikit memperpanjang jawaban, aku mencoba untuk bisa menjelaskan jawabanku.
Saat itu juga, ekspresi wajah penuh semangatnya langsung berubah lesu.
oOo
Tanpa menunjuk lansung orang yang dimaksud, sontak saja semua maa menjurus padaku saat itu. Rasanya seperti semua menyalahkanku dan sangat menyayangkan apa yang sudah aku perbuat belakangan ini. Mungkin mereka menganggapku sudah tega menjahati cowo berbadan tambun yang saat ini berada di depan kelas.
"Mending sekarang loe maju aja deh, Nes!" teriak salah satu teman laki-laki kelasku.
"Iya,loe maju aja sana, mumpung Bu Meli nggak ada!" tambah Windi yang ikut kesal.
"Tapi buat ap.." belum selesai aku bicara, dua orang temanku Riska dan Nida menyeretku ke depan kelas.
"Gue udah punya cowok di luar sana," ujarku coba untuk menjelaskan keadaan yang semakin memojokkanku.
Dan untuk kelima kalinya,
“Gue serius, Nes..Gue bener-bener berharep loe bisa jadi cewek gue! Gue nggak peduli loe udah punya cowok di luar sana, gue yakin gue yang bisa bikin bahagialoe..”
“Haahhh..???”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar